BEGINING WITH THE END
Rangkaian Perayaan Misa Arwah semalam dan Misa Pemakaman Ibu Guruku serta prosesi
pemakamannya hari ini luar biasa. Perayaan Ekaristi dimeriahkan oleh satu koor
besar, gabungan 2 kelompok koor beken yang ada di Atambua: koor Abdi Praja dan
Koor Maranatha binaannya, bernyanyi dengan segenap hati, memadahkan lagu lagu
karya almarhumah sendiri. Menyaksikan dari dekat bagaimana para anggota koor
bernyanyi sambil berlinangan air mata, dibarengi
isak tangis, menjadikan peristiwa kematian tokoh yang satu ini sungguh
inspiratif.
Begitu banyak puja puji, litani
kekaguman dan kesan kesan pribadi yang mendalam terdengar di sana sini oleh
sanak keluarga, para collega, dan mantan anak anak didiknya. Semuanya indah.
Semuanya bernilai. Semuanya begitu meyakinkan. Satu kesimpulan yang singkat dan
tepat: dia sungguh orang baik. Saya jadi ingat pendapat seorang filsuf yang
mengatakan: orang baik tidak pernah mati. Ia tetap hidup dalam puja puji, dalam
kekaguman, dalam kenangan orang orang yang mencintai kebaikkan yang telah
dijalani selama hari hari hidupnya. Orang baik tidak pernah mati karena dari
kehidupannya selalu mengalir inspirasi – spirit – daya hidup yang “menciptakan”
dunia baru, hati baru dalam diri orang lain. Benarlah kata kata sang pemazmur
tentang orang baik:
“ Ia seperti pohon,
yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan
yang tidak layu daunnya, apa saja yang diperbuatnya berhasil....”(Mzm 1:3)
Dalam tataran pemaknaan
pengolahan diri yang integral, peristiwa inspiratif dari prosesi pemakaman ibu
guru ini sangat bernas menjelaskan salah satu konsep Stefen Covey tentang “ 7
Kebiasaan Manusia Yang sangat Efektif”
: Begining
with The End diindonesiakan secara bebas: “Merujuk Pada Tujuan Akhir.” Menghidupi dan memaknai hari - hari hidup
secara benar dan bermakna ..dengan memulai hidup hari ini dengan bayangan,
gambaran, atau paradigma akhir kehidupan kita .Hiduplah dengan kualitas yang
anda ingin/harap orang bicarakan tentang Anda di hari pemakaman atau di saat
Anda sudah tidak ada lagi.
Saya becermin pada eulogi yang
saya kotbahkan malam itu, saya berkaca pada ungkapan rasa keluarga yang
ditinggalkan, saya bermenung dalam deretan puja piji sahabat dan handai tolan
tentang ibu guruku. Apa yang aku harapkan orang berbicara tentangku di hari
pemakamanku? Pertanyaan refleksi retoris yang mengusik sampe ke sumsum
kesadaranku yang paling dalam. Saya seolah olah berhadapan dengan sebuah cermin
raksasa yang tanpa malu memantulkan siapakah aku sebenarnya dalam hidupku hari
hari ini. Ada sisi terang. Ada sisi gelap. Ada sisi cerah. Ada sisi mendung.
Ada lampu hijau. Ada lampu kuning..bahkan lampu merah dalam ziarah hidupku.
Saya terpana, ternyata bukan lagi kematian Ibu guruku yang sedang kugumuli,
tetapi soal kehidupanku yang sedang kuakrabi. Ah dalam setiap peristiwa
kematian selalu ada kehidupan baru. Dalam suasana duka, selalu ada harapan
baru.
Peristiwa kehidupan, peristiwa
harapan baru, peristiwa kesadaran baru yang lahir dari kekayaan misteri
meninggalnya Ibu Guruku ini tepat mengawali ziarah hidup di tahun 2011. Satu
momentum berahmat yang memberi karakter transformatif bagi setiap orang yang
ingin hidup sadar. Satu tahapan persiapan yang menjanjikkan sekaligus menantang
di tahun 2011. Pertanyaan saya, pertanyaan kita adalah akan menjadi seperti apakah saya/kita di tahun 2011? Who am i meant to be? Apa
yang ingin saya syukuri pada tanggl 31 desember 2011 nanti sebagai buah proses
pendewasaan diri yang integral dan transformati selama tahun 2011?
Inilah panggilan sekaligus
perutusan kita di tahun 2011. Saya dan
Anda dipanggil dan diutus untuk menjadikan dunia 2011 semakin berwajah manusia,
lebih tepat berwajah Ilahi, karena setiap kita berlomba lomba untuk hidup
dengan pola pikir, paradigma “Merujuk Pada Tujuan Akhir!”. Semua
kita berlomba lomba menghidupi hidup dengan kualitas – kualitas Ilahi yang
potensial telah ditanam, ditaburNya sejak kita ada dalam rahim ibunda.
Last but not the least, apapun
itu yang kita canangkan untuk hidup pribadi, hidup komunitas, hidup banyak
orang di tahun 2011, atau di tahun – tahun mendatang, satu sikap bathin yang
pantas, satu bentuk perwujutan iman yang berkarakter, satu manifestasi keyakinan
akan campur tanganNya dalam hidup setiap kita adalah tetap bersyukur dan terus
bersyukur dan semakin bersyukur.
Madah syukur yang dinyanyikan
sebagai lagu penutup pada Perayaan Ekaristi Pemakaman Ibu Guruku itu saya
pinjam sebagai madah syukur kita bersama. Syukur diberi pencerahan. Syukur
dimahkotai kesadaran. Syukur diilhami kemampuan menukik ke dalam diri, sehingga
boleh sampai pada cetusan tertulis ini. Mari kita bermadah bersama: tu, dua,
ga.....:
“Syukur padaMu oh Tuhan, karena rahmat dan kasihMu yang selalu
menyertaiku sepanjang hidupku. Syukur pada Tuhan.
Dalam suka maupun duka, bahagia ataupun derita, hatiku tetap bermadah
sepanjang hidupku. Syukur pada Tuhan.
Puji syukur Tuhan tak berhingga, kuhaturkan padaMu setiap hari, seluruh
hidupku akan menjadi pernyataan syukur pada Tuhan.
Meskipun hidupku penuh pencobaan, kutetap percaya pada kasihNya.
Seluruh hidupku akan menjadi pernyataan syukur pada Tuhan.
Seluruh hidupku akan menjadi pernyataan syukur pada Tuhan”.
Shalom dari Noemuti, Rumah Ibunda
Petronela.
Rm. Yance Laka, Pr.
TOR LO’O Damian Emaus Atambua
Tidak ada komentar:
Posting Komentar