IBU GURU ITU..TELAH PERGI! (Eulogiku
untuk Alm. Ibu Agnes PF. Assy)
Pagi hari ini saya dikejutkan oleh telpon seorang sahabatku...” Ibu Agnes PF. Assy, telah meninggal dunia
pagi ini”. Tak lama kemudian silih berganti masuk sms dari teman-teman
sekolah dan rekan-rekan kerja pastoral Keuskupan Atambua memberitakan hal yang
sama: “Ibu Agnes telah meninggal dunia”.
Pertemuanku dengan almarhumah
yang terakhir pada tanggal 7 Desember 2010, ketika beliau mampir ke seminari kami,
mengunjungi ponakkannya yang akan menerima Jubah esok harinya tgl. 8 Desember
2010. Sebelum pamit pulang beliau hanya bilang: “Anak (demikian dia selalu memanggil kami mantan murid muridnya)
tetaplah menjadi Imam yang saya banggakan. Kamu luar biasa akhir akhir
ini...sebagai gurumu saya bangga!
Makan pagi kami hari ini penuh
dengan nostalgia tentang “Ibu Agnes Assy”, seorang istri, seorang Ibu, Seorang
artis, saya lebih bangga memanggilnya: Ibu Guruku.
Sebagai seorang istri, beliau
sudah menunjukkan kesetiaannya yang tak terbantahkan dalam suka maupun duka
mendampingi Bpk. Anton Talul, yang juga adalah seorang pensiunan guru yang
sangat sederhana dan bersahaja. Kebesaran jiwanya teruji ketika ibu Agnes harus
bersusah susah, berlinang air mata, dan terkadang stress dan tekanan bathin
yang panjang mendampingi sumainya yang berjuang mendapatkan pesangon di hari
tuanya, setelah puluhan tahun mengabdi di salah satu sekolah swasta di kota
ini.
Kebesarannya semakin nyata ketika
dia sadar dan tahu bahwa dia dan suaminya bisa saja mengambil jalan pintas
untuk menyelesaikan segalanya....bertaruh: mereka pasti mendapatkan apa yang
menjadi hak mereka secara cepat malah bisa mendapat “tambahan” berlipat karena
perlakuan manusia manusia berhati singa yang teganya mem-pimpong hak orang lain
lantaran manejemen busuk tak terurus secara benar. Di saat saat yang paling
kritis dan membutuhkan ketegaran karna hak suaminya seolah tak berujung, dalam
satu perjumpaan dengannya, beliau hanya berujar kepadaku: “Anak tak apa...rupanya orang orang itu berhati batu dan bermata buta
sehingga tidak dapat merasakan derita kami yang sederhana ini...kami tidak
meminta minta...kami hanya mau menerima investasi waktu dan cinta kami, hak
suami saya sekian tahun di lembaga yang sangat kita banggakan ini”. Air
mata tumpah....menetes deras...yang membesarkan hati...di akhir derai air
matanya...selalu ada senyum....senyum harapan. Senyum seorang istri yang tegar.
Senyum seorang istri yang yakin bahwa suaminya akan mendapatkan apa yang
menjadi haknya. Betulah...akhirnya dengan tenang dan sabar mereka menerima apa
yang menjadi hak mereka...
Sebagai seorang Ibu dari dua
orang putranya...tak pernah ada kata yang keluar dari mulutnya bercerita atau
membanggakan dua orang putranya yang mewarisi sebagaian besar bakat seni dalam
dirinya. Beliau selalu berkata pendek...mereka baik baik dan selalu beliau
ingatkan untuk sungguh sungguh belajar dan hidup...karena menurut beliau...akan
sangat memalukan dan itu adalah malapetaka kalau anak kandungnya sendiri tak
bisa ia besarkan secara benar dan sukses.
Sebagai seorang artis, semua
orang Atambua tahu, semua mantan anak muridnya tahu, seluruh umat Keuskupan
Atambua tahu, siapakah seorang Ibu Agnes Assy itu? Hidupnya adalah seni. Hidupnya adalah Nyanyi.
Nyanyi adalah hidupnya. Jejak langkahnya sekian puluh tahun di belantika musik
liturgi Keuskupan Atambua sangat jelas menampakkan ketokohannya di bidang yang
satu ini. Nafasnya adalah nyanyian. Lirik lirik lagu adalah doa doanya.
Berlatih koor dari satu tempat ke tempat yang lain adalah ibadahnya. Hidup dan
kehidupannya adalah kidung pujian seorang anak manusia yang beriman, yang
mengekspresikan cinta kepadaNya lewat semangat tak kenal lelah berpastoral dan
bermisi di bidang musik liturgi. Semangat dan energi seolah tak pernah surut
ketika itu soal menyanyi. Enthusiasmenya membual...mengalir...memberi kehidupan
kepada semua yang menghargai-mencintai lagu dan koor. Kecintaanya yang luar
biasa akan musik ini sedemikan menyatu dalam hidupnya sehingga ketika orang
menyebut nama Agnes Assy yang pertama melintas dalam benak orang adalah Nyanyi
dan Koor. Reputasinya di bidang olah vokal tak perlu diragukan lagi. Panggung
peristiwa - peristiwa besar di keuskupan Atambua dan Kabupaten Belu telah
menjadi saksi kepiawian sang artis..sang maestro...sang dirigen...sang seniman
ulung yang ketika sedang berlatih koor lupa akan lapar dan dahaga, ketika
sedang menjadi dirigen...gemulai tangannya menjadi satu untaian lagu dan tari,
menyapa, membelai jiwa dan sukma, sampai pada menyihir dan mempesona semua
orang untuk berguman; Ah Tuhan Betapa Mulianya NamaMu! Dia benar menghayati
spiritualitas seoang artis diregen sejati yang paham dan yakin betul akan adigium
Latin ini: QUI BENE CANTAT BIS ORAT:
Yang bernyanyi dengan baik – berdoa dua kali!
Sebagai seorang Guru...dia
sungguh seorang Guru yang sejati. Beliau seorang yang cerdas, seorang
berdisiplin tinggi, seorang yang teguh dalam prinsip dan pendirian seorang
pedagog sejati. Langkah langkahnya di lorong lorong SMP Don Bosco adalah ajakan
tanpa suara bagi semua muridnya untuk segera menertibkan diri. Tatapan matanya
yang tajam dengan mudahnya memilah kebohongan dan kemunafikan murid muridnya di
ruang kelas. Lengkingan suaranya saat mengajar menegaskan kepada para muridnya
bahwa ada hal penting yang sedang dia bicarakan bernilai kehidupan, senyumnya
yang khas adalah pujian membesarkan hati dan jiwa murid muridnya yang terkadang
mulai takut dan grogi dengan kehadirannya yang sangat mendikte suasana hati
setiap anak didiknya.
Saya menjadi salah seorang
muridnya di SMP Don Bosco tahun 1981-1983. Bertemu dengannya dalam pelajaran
Seni Musik dan Bahasa Inggris selama 3 tahun telah menggoreskan begitu banyak
cerita indah yang tak bosan bosannya saya ceritakan berulang ulang kali ketika
bertemu dengan dia.
Satu hal yang konyol sekedar
bernostalgia: di usia remaja SMP....saat puber sedang merebak...suaraku berubah
ubah seiring usia pergolakkan...jangankan menyanyi...berbicara saja suaraku tak
karuan...betapa menantangnya saat itu ketika saya harus menyanyikan sebuah lagi
sebagai bagian dari Ujian Praktek Seni Musik....wah wah...saking gugup dan
takutnya saya....tak sadar saya hanya menyanyikan refrain lagunya saja (hehehehehehe).
Di luar dugaanku ketika seluruh teman kelasku waktu itu tertawa...tiba tiba
terdengarlah suaranya yang membesarkan hati:...Yance...kamu bernyanyi bagus...Kamu dapat nilai 7,5
(hahahahahaha)...nilai tertinggi dalam bidang tarik suara yang pernah saya
dapatkan seumur hidupku( hahahahaha). Jauh jauh hari setelah saya tamat dan
punya keberanian untuk bertanya tentang kebenaran nilai ujian praktek
itu...beliau berujar pasti: “Kamu berhak
mendapatkannya. Usahamu dan Kesungguhanmu untuk menyayi...lebih meyakinkan saya
...suara pada saatnya akan merdu ketika
engkau mengerti untuk apa kamu bernyanyi “ (wah wah wah....)
Hal lain yang sangat inspiratif
dan meneguhkanku secara pribadi: setiap kali setelah menghadiri perayaan
Ekaristi yang saya pimpin dan saya berkotbah...dia selalu menjadi orang pertama
yang menemuiku dan berujar: Anak kotbahmu
bagus...saya bangga pernah menjadi gurumu! Terkadang sangat menggelikan dan
menjadi tantangan tersendiri ketika saya berceramah dan beliau hadir sebagai
salah satu pesertanya....dia hanya tersenyum dan mengangguk angguk seakan
begitu percaya dan yakin akan semua kata yang keluar dari mulutku. Sehabis ceramah,
lagi lagi dia tersenyum lebar dan menjabat erat tanganku dan berujar: ‘Anak,
kamu hebat! Saya bangga pernah menjadi Gurumu ‘. Peneguhan –
Affirmasi....pujian tak pernah berhenti keluar dari mulutnya untuk setiap anak
didiknya yang berhasil. Beliau mudah dan tak kikir memberikan pujian dan
peneguhan. Benarlah...dia sungguh seorang Guru yang sejati.
Sobat sobatku, masih ada sejuta
cerita melukiskan kebesaran seorang Guruku ini. Saya berbangga diberi
kepercayaan oleh Pastor Paroki Katedral Atambua untuk berkotbah dalam misa
arwah besok di rumahnya. Saya akan dan selalu bercerita tentang pribadi besar
yang dengan caranya yang unik telah turut berperan menjadikan saya seperti yang
sekarang ini. Saya akan membawakan kotbah terbaik yang pernah saya kotbahkan
....karena kotbah yang keluar dari kelimpahan hati seorang murid yang berbagga
akan Ibu Gurunya.
Ibu Agnes...selamat jalan. Para
malaikat tentu bersukacita karena mendapatkan seorang dirigen terbaik untuk
koor mereka...Ibu, perdengarkanlah maklumat natal bersama para mailakatmu untuk
kami....”Hari ini telah lahir bagimu
seorang Juruselamat di Kota Daud....Damai di Bumi bagi setiap orang yang
percaya kepadaNya”
Doakan aku, doakan kami murid
miridmu yang sedang memaknai hidup ini. Rest In Peace!
Rm. Yance Laka, Pr.
TOR Lo’o Damian Emaus – Atambua
Tidak ada komentar:
Posting Komentar