IBUNDA...
Tiga hari aku
berkesempatan merayakan “libur tahun baru” bersama ibuku yang sudah janda.
Ibundaku yang sudah berusia menjelang 63 tahun. Ibunda yang semangat hidupnya
mengalahkan serangan jantung di hari tuanya
Aku suka setiap kembali
ke rumah: bercanda, bercengkrama dengan sang pemilik rahim yang melahirkanku ke
dunai ini.
Selama tiga hari kembali
ke rumah...terkadang tanpa dia sadari, aku memandang dan terus mendangnya...di
saat dia lagi asyik bekerja, ketika dia aksyik bercerita dengan tetangga,
tatkala dia asyik bercanda dengan cucu-cucunya, pokoknya hanya memandang dan
terus menandannya tanpa bosan.
Hal yang sangat
kukaguni dalam diri ibundaku adalah senyumnya. Senyum yang membuatku terpana
akan kekuatan dan daya hidup yang menyertainya. Senyum yang menyambutku turun
dari bus travel. Senyam yang menanti aku turun
dari mobil. Senyum tak sabar menanti aku membuka helm dari kepalaku.
Senyum memandang kami anak anak, beradik kaka berdebat kusir soal sepele yang
ujung-ujung hanya untuk saling memperdaya. Ibundaku selalu tersenyum dan
tersenyum dalam hari hari hidupnya entah suka, entah duka. Entah panas, entah
dingin, entah berhasil entah gagal...ibunda adalah senyum...senyumnya adalah
bahasanya yang melintas ruang dan waktu bagiku, bagi kami anak anaknya.
Aku menemukan dan
mersakan kedamaian dalam setiap senyumnya. Kedamaian yang mengalir dari
kebesaran, kekuatan, dan kekayaan hati seorang ibunda. Kedamaian yang
menenangkan – menghidupkan aku 9 bulan dalam rahimnya. Kedamaian yang
mengalirkan air susu cinta dan kehidupan yang kusantap semasa aku bayi dan
kanak kanak. Kedamaian yang memancar dari ketegaran menjalani hidup sebagai
seorang istri yang ditinggal mati suaminya.
Dalam kedamaian yang
muncul, aku merasakan kebanggaan seorang ibu akan putra sulungnya. Bangga akan
darah dan dagingnya yang telah dewasa. Bangga akan kata kata cintanya telah
memanusiakan putra dan putrinya menjadi pribadi yang menjanjikan masa depan.
Bangga karena roh kehidupan yang sehat telah ia wariskan secara benar kepada
puta dan putrinya.
Kebanggaan akan ibu
mempertemukanku dengan aspek lain dari kebesarannya: kerelaan. Kerelaan yang
sering kali ia mengertinya sebagai korban. Ibu mengorbankan segalagalanya untuk
masa depan dan hidup buah bauh hatinya. Yah kerelaan yang menakjubkan. Kerelaan
yang memberinya energi untuk selalu bangun terlebih dahulu diwaktu pagi dan
pergi tidur paling terakhir setelah memanstikan semua pintu dan jendela rapi
tertutup. Kerelaannya menemani anak anaknya. Kerelaannya untuk menunda memprioritaskan dirinya sebagai yang utama.
Dalam kerelaan ibuku,
aku menemukan keikhlasan. Keikhlasannya untuk menunda kesenangannya yang egois
hanya untuk mendegar cerita cerita konyol dari anak anaknya. Keikhlasan dalam
diri ibuku menyadarkan aku akan makna
kesetiaan. Kesetian seorang ibu mengerjakan tugas – tugasnya yang sama dan berulang ulang. Kesetiaan seorang
ibu akan janji janjinya. Ternya ia setia
pada perayaan HUT pernikahannya, Senyum ibunda menyapa semua kami yang bergundah
gulanah.
Kesetiaan ibu menuntun
aku menemukan dan menyadari /hadirnya
CINTA dalam senyumnya. Cinta kepada Allah dalam untaian doa doanya saban hari.
Cinta kepada Bunda Maria tempatnya mengadu, memberontak, menangis, dan bingung.
Cinta yang mendidik anak anaknya yang 11 orang. Cinta yang memberikan
pengharapan kepada putra dan putrinya untuk senantiasa terbuka kepada campur
tangan Allah dalam hidupnya yang terbatas.
Dalam cinta ibuku aku
menemukan – menyadari- dan berjumpa
dengan Tuhanku yang menenun aku dalam rahim ibuku, yang melecut
kebanggaan ibuku akan misteri penciptaan manusia yang ia emban. Tuhan yang
kujumpai dalam senyum ibu itu memampukan dia tegar mengahadapi setiap sakit.
Senyum ibu menghadirkan dan membahasakan keikhlasan Pencipta memberi dan terus
memberi semangat hidup bagi orang orang
yang tidak mau maju. Dalam cinta ibuku aku berjumpa dengan Tuhan yang setia
mendidik semua orang dengan caranya yang khas dan unique. Ah..masih banyak
lagi....Hmm senyum ibu mempesona. Senyum ibuku adalah ibadah. Senyum ibuku
adalah misteri penciptaanNya. Ternyata senyum ibunda ini telah menjadikan aku
seperti ini.
Hari sudah menjelang
dini hari...
Segalanya telah
disampaikan.
Segalanya tentang
senyum ibunda
Pesona senyum ibuku
masih dan akan terus senyum...
Shalom;
Rm. Yance Laka, Pr
Seminari Tinggi TOR
Lo’o Damian Emaus – Atambua
Tidak ada komentar:
Posting Komentar